Desa Matang Hanau, Warisan Budaya dan Sejarah yang Hidup di Balangan

Desa Matang Hanau, Warisan Budaya dan Sejarah yang Hidup di Balangan

KANTOR Desa Matang Hanau Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan.| foto : istimewa

PARINGIN – Nama sebuah desa sering kali menyimpan cerita panjang tentang budaya dan sejarah masyarakatnya. Di Kabupaten Balangan, Desa Matang Hanau merupakan salah satu contoh nyata di mana nama tidak hanya menjadi penanda geografis, tetapi juga mencerminkan kekayaan tradisi lokal yang telah berakar selama bertahun-tahun.

Halianoor, seorang pamong budaya dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Balangan, memaparkan mengenai asal-usul serta makna dari nama Desa Matang Hanau yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat setempat.

Sebelum dikenal dengan nama Matang Hanau pada tahun 1990, desa ini sebelumnya bernama Singkubut hingga tahun 1982. Perubahan nama tersebut terjadi bersamaan dengan pemekaran wilayah dari Desa Lajar.

"Nama Matang Hanau dipilih karena mencerminkan karakteristik wilayah dan tanaman lokal yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat," jelas Halianoor, Rabu (11/9/2024).

Kata "matang" dalam bahasa Banjar merujuk pada kebun atau kawasan kering, sementara "hanau" adalah sebutan untuk tanaman palma yang dikenal juga sebagai aren atau enau. Tanaman Hanau memiliki batang yang tinggi dan kokoh, mampu mencapai 25 meter, dengan ciri khas serabut hitam di bagian atasnya yang sering disebut ijuk. Daunnya menyerupai daun kelapa, dan tanaman ini memainkan peran besar dalam produksi gula merah atau gula aren di Kecamatan Lampihong.

Gula merah yang dihasilkan dari nira tanaman Hanau, yang dikenal sebagai gula habang Lampihong, memiliki cita rasa manis yang khas. Proses pembuatannya melibatkan penyadapan tandan bunga jantan tanaman ini untuk menghasilkan nira, cairan manis berwarna keruh yang kemudian dimasak selama lima jam hingga mengental dan membentuk gula merah berkualitas.

Halianoor menambahkan bahwa produksi gula merah telah menjadi sumber mata pencaharian utama bagi banyak warga Desa Matang Hanau.

"Tanaman Hanau telah memberikan penghidupan bagi banyak keluarga di sini, terutama para pembuat gula yang telah menggeluti pekerjaan ini selama bertahun-tahun," ujarnya.

Selain gula merah, tanaman Hanau juga menghasilkan buah yang bijinya dikenal sebagai kolang-kaling. Biji ini sering dijadikan bahan campuran dalam berbagai minuman dan makanan tradisional. Warga desa biasanya menjual kolang-kaling dalam kondisi masih bercangkang untuk menjaga kesegarannya. Buah ini, dengan cangkang berwarna hijau dan tekstur keras, menjadi salah satu kekayaan kuliner lokal yang turut memperkuat identitas budaya desa.

Menurut Halianoor, memahami makna di balik nama Desa Matang Hanau serta tradisi yang berkaitan dengannya sangat penting untuk melestarikan warisan budaya masyarakat. Nama desa yang terinspirasi dari tanaman Hanau tidak hanya mencerminkan kekayaan alam setempat, tetapi juga simbol dari ketahanan dan kearifan lokal.

Disdikbud Balangan, kata Halianoor, berkomitmen untuk mendokumentasikan dan melestarikan tradisi ini agar generasi mendatang tetap menghargai dan memahami warisan leluhur mereka.

"Kami berharap, upaya pelestarian ini dapat memperkuat rasa cinta terhadap budaya lokal dan terus diwariskan kepada generasi berikutnya," pungkasnya.[martino]
Lebih baru Lebih lama