DALAM Acara Wisatani (Widyaiswara Sapa Kostratani) Sesi 64 bertema “Light Trap Dengan Energi Terbarukan”, BBPP Binuang menampilkan inovasi hasil karya seorang petani milenial, Maulana Akbar dari Desa Pulau Pinang, Kabupaten Tapin.
Inovasi Maulana ini bahkan menyandang prestasi sebagai Juara 1 Petani Milenial Tingkat Kabupaten Tapin tahun 2021.
Light Trap dengan Energi Terbarukan merupakan salah satu hasil inovasi Maulana Akbar. Hasil karya ini telah mendapat apresiasi sebagai juara 3 pada Lomba Inovasi Teknologi Tepat Guna Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2021.
Sebagai salah satu bentuk apresiasi dan penghargaan dari Kementerian Pertanian (Kementan) terhadap keberadaan dan pengembangan petani milenial, BBPP Binuang mengajak Maulana Akbar sang inovator alat lampu perangkap dengan energi terbarukan tersebut untuk menampilkan hasil karyanya dalam kegiatan Wisatani.
"Dengan ditampilkannya inovasi pada alat tersebut diharapkan dapat dikenal secara lebih luas dan bermanfaat bagi daerah lainnya," ungkap Adi Wiyanto, Widyaiswara BBPP Binuang.
Selain itu, dari pelatihan online ini akan dapat menjadi inspirasi bagi petani dan penyuluh di daerah lainnya untuk berinovasi menciptakan atau mengembangkan jenis alat pertanian lainnya.
Light trap atau lampu perangkap adalah alat yang digunakan untuk membantu memantau atau mengamati dan mengendalikan serangga hama di lahan pertanian atau perkebunan.
"Dengan lampu perangkap ini dengan mudah kita dapat mengetahui keberadaan hama yang sudah menghampiri pertanaman kita," jelasnya.
Maulana Akbar memaparkan cara kerja lampu perangkap ini adalah dengan adanya lampu yang dinyalakan di malam hari (dari jam 6 sore sampai 6 pagi) akan menarik serangga hama di lahan. Selanjutnya serangga akan jatuh pada bagian corong dan masuk ke dalam perangkap plastik.
“Efektivitas kerja lampu perangkap ini terletak pada lampunya, pada umumnya energi yang digunakan untuk menyalakan lampu pada alat light trap menggunakan listrik. Namun tidak setiap areal persawahan khususnya di luar Jawa yang dilewati jaringan listrik PLN,” beber Maulana.
Namun melihat kondisi tersebut muncul pemikiran, bagaimana jika untuk menyalakan lampu pada alat tersebut menggunakan sumber energi lainnya yang ramah lingkungan dan mudah diperoleh Tanya Zahrawati selaku moderator acara Wisatani.
“Ide awal munculnya penggunaan biogas ini karena terbatasnya jaringan listrik di lahan-lahan pertanian di desa-desa terutama di daerah kami Tapin," kata Maulana.
Dari mana diperoleh energi untuk menyalakan lampu pada light trap?, ternyata untuk menyalakan lampu light trap dapat juga digunakan gas, namun untuk desa-desa yang sulit memperoleh kotoran sapi atau kambing dapat menggunakan gas LPG.
“Jika kotoran limbah ternak sapi dan kambing tersedia melimpah dapat dimodifikasi dengan menggunakan biogas," jelas Maulana lebih lanjut.
“Dengan adanya ligt trap dengan energi terbarukan ini telah membantu petani di daerah kami mengurangi biaya penggunaan pestisida, karena pengendalian serangan hama dapat lebih efektif dan tepat sasaran dan akhirnya biaya pengendalian akan lebih efisien," pungkas Maulana.[rilis]
Tags
Ekbis