LAHAN rawa adalah salah satu ekosistem lahan basah (wetland) yang terletak antara wilayah dengan sistem daratan dengan sistem perairan. Lahan rawa dibagi menjadi lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak.
Pengelolaan lahan rawa menjadi kunci keberlanjutan suatu ekosistem karena lahan rawa dikenal rapuh dan mudah mengalami kerusakan.
Lahan rawa pasang surut sudah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berusaha tani. Sejak pembukaan lahan, banyak ditemui permasalahan, antara lain kemasaman tanah, keracunan dan kekahatan hara.
Pada tanah-tanah mineral rawa sering terjadi keracunan antara lain oleh aluminium (Al), besi (Fe3+), sulfida (H2S), karbondioksida (CO2) dan asam-asam organik yang tinggi. Kadar Al pada tanah mineral rawa berkaitan dengan oksidasi pirit.
Masyarakat suku Banjar secara turun temurun menanam padi lokal yang beradaptasi dengan kondisi di lahan rawa. Meskipun hasilnya tidak terlalu tinggi, akan tetapi memiliki daya hasil yang relatif stabil yaitu antara 1,5 sampai dengan 2 ton per hektare.
Di Kabupaten Barito Kuala, masyarakat transmigran mencoba menanam varietas unggul yang biasa mereka tanam di Jawa. Di awal pembukaan lahan sekitar tahun 2000, varietas unggul tersebut tidak dapat menghasilkan padi sesuai dengan yang diharapkan, bahkan hasilnya lebih rendah daripada varietas lokal.
Hanya beberapa varietas unggul yang dapat berkembang dengan baik dengan hasil yang tinggi yaitu varietas Margasari dan Martapura.
Semun, petani di Kecamatan Belawang sudah mencoba berbagai varietas unggul, akan tetapi hanya sedikit yang dapat beradaptasi di lahan yang ada. Kondisi lahan saat itu memiliki pH yang rendah yaitu sekitar 4 sampai 4,5 dan terjadi keracunan besi.
Sistem pengelolaan lahan dan air sudah dibangun untuk mengatasi hal tersebut. Sistem tata air satu arah berguna untuk mencuci kandungan besi yang ada di dalam petakan lahan.
Sistem tata air mikro di dalam lahan berupa saluran cacing berguna untuk mempercepat proses pencucian racun dari dalam lahan. Untuk menaikkan pH lahan, dilakukan penambahan kapur tiap tahunnya.
Setelah 20 tahun, terlihat hasil dari pengelolaan lahan dan air. Kandungan besi sudah sangat sedikit dan pH tanah sudah mendekati normal yaitu antara 5,5 sampai dengan 6,5.
Kini berbagai macam varietas unggul dapat ditanam di lahan yang sudah optimal. Varietas inbrida dapat menghasilkan sekitar 5 ton per ha. Sedangkan varietas hibrida dapat menghasilkan sekitar 8 ton per ha.
Tidak hanya satu kali tanam, sekarang petani dapat menanam padi 2 sampai 3 kali per tahun.[rilis]
Tags
Ekbis