Amron Muhzawawi bersama keluarga, di kafe sungai "Kaliwot" yang ia kembangkan di Desa Sambak, Kajoran, Magelang, Jawa Tengah. | Foto: Dok. Pribadi
LELAKI gondrong yang satu ini seolah tak pernah kehabisan ide. Mulai ide berkarya seni, sampai gagasan mencipta peluang usaha.
Ia pernah meraih penghargaan Eagle Awards 2014, ajang kompetisi film dokumenter yang diselenggarakan sebuah stasiun TV nasional. Bersama temannya, ia bikin film "Desainer Kampung".
Dalam hal bisnis, ia tak sekadar memburu laba. Bagaimana memberdayakan masyarakat sekitar, itu patokan dia.
Amron Muhzawawi, 35, mengawali karir sebagai jurnalis di sebuah koran lokal Magelang, Jawa Tengah.
Ia menulis sosial dan politik. Ia suka wawancara LSM (lembaga swadaya masyarakat) yang kritis pada pemerintah.
Saat Amron menikah, walikota dan wakilnya datang memberi selamat. Padahal untuk mencapai rumahnya, harus lebih dulu melewati bukit dan lembah.
Empat tahun jadi makelar kabar, ia memutuskan pensiun dini. Ia lompat pagar: jadi wirausahawan. Mula-mula Amron bikin usaha keripik pedas. Mereknya "Sutelo".
Dalam bahasa Jawa, "su" artinya baik, dan "telo" berarti singkong.
Para tetangga dilibatkan dalam usaha ini. Mulai dari pembuatan keripik sampai bubuk cabainya. Hanya bungkus yang ia pesan dari luar. Desain kemasan dia buat sendiri.
Sutelo sempat beberapa tahun berjaya. Distributornya tersebar hingga luar Jawa.
Sutelo meredup, Amron berpaling ke bisnis makanan cepat saji. Ia bikin franchise berlabel "Gabahe Ekspress".
Perpustakaan kecil yang dibangun Amron di kafe sungai. Koleksi bukunya sudah ratusan. | Foto: Dok. Pribadi.
SEPERTI halnya Sutelo, Gabahe Ekspress juga sudah tersebar di berbagai daerah di Tanah Air.
Sayang, belum puas menikmati kejayaan franchise-nya, Covid-19 keburu datang.
Amron limbung. Tapi tak lama.
Awal Maret 2021, ia muncul lagi dengan konsep yang lebih segar. Inspirasi datang dari suasana asri desa tempat tinggalnya, Sambak, Kecamatan Kajoran.
Amron bikin kafe di sebuah sungai kecil di tengah pepohonan rindang. Kaliwot, namanya. Menu yang tersedia: ikan dan ayam, sayuran, serta aneka minuman kekinian.
Tapi yang Amron "jual" bukan sekadar sensasi makan di atas aliran air. Karena kafe model begitu sudah lebih dulu ada di negeri jiran Malaysia.
Idealismenya ikut main. Ia bangun perpustakaan dan sanggar belajar di situ. Sebagian keuntungan kafe dipakai belanja buku. Pengunjung bisa nambah pengetahuan, bukan hanya menambah makan.
Sungai yang semula kotor sudah disulap jadi bersih. Tak ada lagi yang berani buang sampah ke kali. Limbah pabrik tahu yang tadinya dialirkan ke sungai, kini dimanfaatkan jadi biogas. Kebun yang awalnya tak terurus, sekarang menjelma jadi wahana permainan anak.
Sama seperti usaha-usaha terdahulu, kali ini pun Amron libatkan para pemuda di desanya. Sayuran dan sebagian bahan ia beli dari tetangga.
"Usaha apapun, keuntungan materi itu wajib. Tapi bisa ikut memberdayakan teman-teman, walaupun masih skala kecil, itu keuntungan batin", kata Amron Muhzawawi, berfilosofi.[sahrudin]
Tags
Humaniora