BANJARMASIN – Dua Tokoh berbeda Sabtu (19/9/2020) siang, mengupas tuntas buku biografi salah satu tokoh banua yang juga maestro lagu Banjar, Anang Ardiansyah.
Almin Hatta, wartawan senior dan seniman banua, Muchlis Maman menjadi pembicara khusus bedah buku “Abah Raja Aai” yang digelar di Aula Kayu Baimbai, Balai Kota Banjarmasin.
Keduanya pun menyampaikan pandangannya terkait kiprah pencipta lagu banjar ternama ini.
Antusias peserta bedah buku karya Nasrullah dan Riswan Irfani terbilang cukup tinggi. Terlihat saat menyimak paparan yang disampaikan dua narasumber, Muhammad Hatta dan Muchlis Maman yang dikenal sebagai Julak Larau (tokoh warung bubuhan).
Pada acara yang dipandu presenter Rini Muliana ini, bahkan Walikota Banjarmasin, H Ibnu Sina mengapresiasi buku yang menginspirasi dan memberikan edukasi tersendiri dibalik sosok sederhana namun berkarakter, Anang Ardiansyah.
"Buku ini menyisipkan pesan moral dan keagaman, kehidupan sosial budaya yang beliau (Anang Ardiansyah, red) sampaikan lewat larik dan nada. Kiprah Abah Anang Ardiansyah untuk Banua kian terpatri di hati kita dari generasi ke generasi,” ucap Ibnu Sina saat membuka acara Bedah Buku Abah Raja Ai, Sabtu (19/9/2020).
Menurut Ibnu Sina, karya-karya maestro lagu Banjar ini sangat dekat dengan Kota Banjarmasin sendiri. Salah satunya adalah Pangeran Suriansyah, yang menjadi prasasti sejarah, tercetusnya kota Banjarmasin.
Disadari atau tidak, lagu ini menjadi tagline di setiap sudut kota Banjarmasin. Bahkan lagu Pangeran Suriansyah masuk dalam materi muatan lokal di sekolah dasar, karena sarat makna dan gampang diingat.
Bagi seorang Almin Hatta, buku yang ditulis dalam perenungan panjang Riswan Irfani dan Nasrullah, mampu membungkus sejarah yang selama ini tidak diketahui publik.
Tentunya melalui buku ini, publik akan banyak tahu dibalik kisah perjalanan panjang Anang Ardiansyah. Terlebih dari 123 lagu yang diciptakan, ada sedemikian kisah misteri, tentang apa yang menginspirasinya dan makna yang terkandung di setiap lagu yang dan proses penciptaannya.
"Kedua penulis ini memotret sisi lain dan bagaimana mengungkapkannya lewat tulisan. Sehingga lagu yang kita kenal itu bisa diresapi dan jiwai lewat dendang ceria maupun ratapan lirih Anang Ardiansyah,” tutur Almin Hatta, wartawan senior yang juga dikenal penulis produktif buku.
Lain Almin Hatta, lain pula Muchlis Maman. Pria yang dikenal sebagai salah satu seniman teater dan dosen seni ini menuturkan sosok abah Anang Ardiansyah sendiri sebagai orang pintar menangkap inspirasi secara langsung.
Tak heran, jika inspirasi itu sering diutarakan lewat “bagarunum” yang akhirnya terciptalah sebuah lagu. Inilah salah satu pembeda dengan pencipta lagu lainnya, terutama lagu-lagu daerah.
“Yang tak kalah penting adalah beliau memiliki karakter dan kuat dalam nada, buka pada syair. Beliau berbahasa Indonesia tetap lagu Banjar, termasuk dalam lagu-lagunya. Sebaliknya pengarang lagu lain meskipun menggunakan bahasa banjar, kelihatan bukan lagu banjar,” ujar Julak Larau.
Sementara penggiat jurnalistik nasional dan akademisi, Muhammad Risanta mengungkapkan, buku Abah Raja Ai, sebuah pengungkapan kisah yang utuh dari seorang legenda. Karena sebelumnya kisah itu sempat tersimpan dalam waktu dan belum terdokumentasikan dalam sebuah tulisan.
"Kita mengapreasi langkah Bang Riswan Irfani dan Nasrullah, yang menuangkan keresahan mereka kisah dibalik lagu-lagu banjar yang dikarang Abah Anang Ardiansyah. Buku ini berbicara apa adanya namun cukuplah menginspirasi anak-anak muda, karena di balik legenda dan suksesnya lagu-lagu banjar ada sebuah perjuangan, kerja keras dan doa seorang penciptanya,” imbuh jurnalis Trans7 dan detik.com ini.[iqbal]
Tags
Humaniora