SANGATTA, MK - Pengembangan Pisang Kepok Grecek terus menggeliat, seiring terpilih sebagai pemenang Kontes Pisang Unggulan Kalimantan Timur 2013.
Prestasi ini juga merupakan buah kerja keras para petani Kaubun dan Kaliorang.
Kegigihan para petani Kaubun dan Kaliorang ini bahkan sukses menembus pasar ekspor pisang. Malaysia menjadi negara pertama yang menginginkan pisang-pisang berkualitas tinggi dari Kaubun, Kaliorang, atau Kalimantan Timur pada umumnya.
Priyanto, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Berkah Bersatu dari Desa Kadungan Jaya, Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur merupakan orang yang pertama kali sukses membuka keran ekspor pisang Kaltim ke Malaysia sekitar Oktober 2019 lalu.
Ekspor perdana ketika itu bahkan dilepas langsung oleh Gubernur Kaltim, H Isran Noor.
Pintu masuk menuju ekspor dimulai dengan aktif mengikuti seminar, workshop dan lokakarya soal pisang. Bukan hanya di Samarinda dan Balikpapan, tetapi juga di beberapa daerah di Pulau Jawa.
“Enam kali pertemuan dalam waktu kurang lebih 21 hari. Setelah kami kirim contoh pisangnya, pihak Malaysia cocok. Mereka setuju dan kami langsung ekspor,” tutur Priyanto menceritakan perjuangannya menembus ekspor.
Menurut Priyanto, sesungguhnya pihak pembeli Malaysia memberi standar 2,5 kilogram per sisir. Sementara pisang dari Kaltim rata-rata hanya sekitar 2,3 kilogram per sisir.
“Pihak Malaysia masih memberi toleransi,” terang Priyanto.
Pisang Kepok yang di masyarakat lebih dikenal dengan nama Pisang Sanggar ini harus dipanen dalam kondisi 70 hingga 80 persen alias belum matang.
Pasalnya, perjalanan menuju Kuala Lumpur memerlukan waktu sekitar 13 hari. Hal itu dilakukan agar pisang tidak keburu busuk saat tiba di Malaysia. Pengiriman dilakukan melalui Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) di Balikpapan dan transit di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, sebelum bergerak menuju Kuala Lumpur.
Untuk ekspor pisang ini, kendala yang dihadapi masih seputar mahalnya ongkos angkut . Dari Kaubun atau Kaliorang, jika menggunakan kendaraan besar jenis Fuso, ongkos angkut mencapai Rp12 juta.
Sedangkan menggunakan truk biasa roda 6, ongkos angkut sekitar Rp4,5 juta.
"Kalau pakai pikap (roda 4 bak terbuka) ongkosnya justru lebih mahal. Muatan maksimal seribu sisir ongkosnya sudah Rp3 juta,” ungkapnya.
Soal jaminan keberlanjutan ekspor pisang, para petani tidak was-was mengingat untuk kerja sama ini, pengusaha Malaysia sudah mengikat kontrak kerja sama dalam waktu dua tahun.
“Karena itu kami akan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas Pisang Kepok Grecek ini. Sebab bukan tidak mungkin, permintaan ekspor bisa datang dari negara lain, bukan hanya Malaysia. Sementara dari dalam negeri permintaan pisang ini juga masih sangat tinggi,” sebut Priyanto.
Pisang-pisang dari Kaltim ini selanjutnya diolah menjadi tepung pisang atau tepung/bubur sun (makanan bayi).
Sedikit bocoran, Priyanto menyebutkan nilai ekspor untuk sekali pengiriman 60 ton pisang, nilai rupiahnya bisa mencapai Rp300 juta.
“Dikurangi semua biaya, masih untung. Makanya, bisnis pisang ini sangat prospektif dan sangat menjanjikan,” bebernya.
Sejak ekspor perdana Oktober 2019, hingga Maret 2020 tercatat sudah 11 kali pisang Kaubun dan Kaliorang dikirim ke Kuala Lumpur. Bahkan beberapa hari setelah pemberlakuan lockdown di Malaysia, Pisang Kepok asal Kaltim baru tiba di Kuala Lumpur.
Harga Pisang Kepok di sejumlah pasar di Samarinda saja sudah lumayan tinggi. Satu sisir bisa mencapai harga Rp15 ribu. Harga Rp10 ribu hanya dijual untuk pisang yang sebagian besar sudah masak dan tidak lagi padat.
Sekarang mereka juga tidak terlalu khawatir dengan kemungkinan serangan fusarium dan bakteri berbahaya lainnya.
Sebab menurut Priyanto, fusarium dan kawan-kawannya akan hilang atas dasar inisiatif dari para petani sendiri.
Perlakuan petani sendiri yang akan melawan fusarium. Caranya dengan pola perawatan pisang yang lebih baik,” kata Priyanto.
Ia juga berbagi kiat tentang langkah pencegahan fusarium. Pertama, dengan menjaga kebersihan kebun secara berkala. Kedua, menggunakan antifusarium bermerek Dense.
Bisa digunakan ukuran 30 milileter dicampur air kurang lebih 16 liter, kemudian disiramkan ke sekeliling batang pisang berjarak 30 centimeter. Waktu penyiraman 3 bulan sekali.
"Alhamdulillah, ini yang diterapkan petani dan jitu,” tegas Priyanto meyakinkan.
Bersama para petani pisang lainnya, Ia sangat berharap pemerintah bisa terus memberi dukungan, baik terkait pembudidayaan maupun infrastruktur jalan yang mulus demi memudahkan proses pengangkutan pisang ke pelabuhan.[advertorial]
Sumber Asli: kaltimprov.go.id
Tags
Ekbis